MATRIK
PERBANDINGAN
UNDANG-UNDANG
No 5 TAHUN 1974
UNDANG-UNDANG
No 22 TAHUN 1999 DAN
UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Administrasi Pemerintah Daerah
Di bina oleh Bapak Dr. Deden Faturahman, M.Si
Disusun Oleh
Agus Sugiarno
NIM. 10.1.1.058-AN
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
WASKITA DHRARMA MALANG
28 OKTOBER 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Undang-undang
akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua pasal
dalam undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang zaman.
Demikian juga dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Dulu
undang-undang yang digunakan adalah UU No. 5 tahun 1974, kemudian seiring
berjalannya waktu diganti menjadi UU No. 22 tahun 1999. dan yang terakhir
digunakan sekarang adalah UU No. 32 tahun 2004. Sebelum UU No.5 digunakan,
terlebih dahulu ada UU No.18 tahun 1965.
Mengenai
Pemerintahan Daerah, diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi:
“Pembagian Daerah Indonesia atas daerah
besar dan kecil dengan bentuk susunan pamerintahannya ditetapkan dengan UU
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan
Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa ”
Dari ketentuan pasal tersebut dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Wilayah Indonesia
dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat administratif
2. Daerah-daerah itu mempunyai pemerintahan
3.
Pembagian wilayah dan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
atau atas kuasa UU
4.
Dalam pembentukan daerah-daerah itu, terutama daerah-daerah otonom dan
dalam menentukan susunan pemerintahannya harus diingat permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang
bersifat istimewa.
Dalam makalah ini, akan kami
bahas mengenai perbedaan dalam UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, dan
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. UU No. 5 Tahun 1974
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas
administrasi, UU No.5 tahun 1974 yang mengatur tentang pokok-pokok Pemerintahan
Daerah dibentuk. UU ini telah meletakkan dasar-dasar sistem hubungan
pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip, yaitu:
a. Desentralisasi,
yaitu penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya kepada daerah
b. Dekonsentrasi,
yaitu, pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya
kepada pejabat-pejabat di daerah
c. Tugas perbantuan (medebewind), yaitu pengkoordinasian
prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah,
yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal
di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah.
Akibat
dari prinsip-prinsip tersebut, maka dikenal dengan adanya daerah otonom dan
wilayah administratif.
Meskipun
harus diakui bahwa UU No.5/1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam
praktek yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan maupun
implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena yang paling menonjol
dari hubungan antara sistem Pemda dengan pembangunan adalah ketergantungan
Pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat.
Ada
beberapa karakteristik yang sangat menonjol dari prinsip penyelenggaraan Pemda
menurut UU ini:
- Wilayah negara dibagi ke dalam Daerah besar dan kecil
yang bersifat otonom atau administratif saja. Sekalipun tidak ada
perbedaan yang tegas di antara keduanya, tetapi kenyataannya sebuah
wilayah pemerintahan mempunyai dua kedudukan sekaligus, yaitu sebagai
Daerah Otonom yang berpemerintahan sendiri dan sebagai Wilayah Administratif
yang merupakan representasi dari kepentingan Pemerintah Pusat yang ada di
Daerah.
- Pemda diselenggarakan secara bertingkat, yaitu Dati I,
Dati II sebagai Daerah Otonom, dan kenudian Wilayah Administatif berupa
Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Kecamatan.
- DPRD baik Tingkat I maupun II dan Kotamadya merupakan
bagian dari Pemda. Prisip ini baru pertama kali dalam sejarah perjalanan
Pemda di Indonesia karena pada umumnya DPRD terpisah dari Pemda.
- Peranan Mendagri dalam penyelenggaraan Pemda dapat dikatakan
bersifat sangat eksesif atau berlebihan yang diwujudkan dengan melakukan
pembinaan langsung terhadap Daerah.
- UU ini memberikan tempat yang sangat terhormat dan
sangat kuat kepada Kepala Wilayah ketimbang kepada Kepala Daerah.
- Keuangan Daerah, sebagaimana umumnya dengan UU
terdahulu, diatur secara umum saja. `UU No.5/1974 meninggalkan prinsip
“otonomi yang riil dan seluas-luasnya” dan diganti dengan prinsip ”otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab ”
B. UU No. 22 Tahun
1999
UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah ditetapkan pada 7 Mei 1999 dan berlaku efektif sejak tahun 2000.
Undang-undang ini dibuat untuk memenuhi tuntutan reformasi, yaitu mewujudkan
suatu Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis, lebih adil, dan lebih
sejahtera.
UU No.22 tahun 1999 membawa perubahan yang
sangat fundamental mengenai mekanisme hubungan antara Pemerintah Daerah dengan
Pemerintah Pusat. Perubahan yang jelas adalah mengenai pengawasan terhadap
Daerah. Pada masa lampau , semua Perda dan keputusan kepala daerah harus
disahkan oleh pemerintah yang lebih tingkatannya, seperti Mendagri untuk
pembuatan Perda Provinsi/ Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala Daerah mengesahkan
Perda Kabupaten/ Daerah Tingkat II.
Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999,
Daerah hanya diwajibkan melaporkan saja kepada pemerintah di Jakarta. Namun,
pemerintah dapat membatalkan semua Perda yang bertentangan dengan kepentingan
umum atau dengna peraturan puerundangan yang lebih tinggi tingkatannya atau
peraturan perundangan yang lain. (Pasal 114 ayat 1).
Ada beberapa ciri khas yang menonjol dari
UU ini:
1. Demokrasi dan Demikratisasi, diperlihatkan
dalam dua hal, yaitu mengenai rekrutmen pejabat Pemda dan yang menyangkut
proses legislasi di daerah.
2. Mendekatkan pemerintah dengan rakyat, titik
berat otonomi daerah diletakkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota, bukan kepada
Daerah Propinsi.
3. Sistem otonomi luas
dan nyata, Pemda berwenang melakukan apa saja yang menyangkut penyelenggaraan
pemerintah, kecuali 5 hal yaitu yang berhubungan dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan
negara, moneter, sistem peradilan, dan agama.
4. Tidak menggunakan
sistem otonomi bertingkat, Daerah-daerah pada tingkat yang lebih rendah
menyelenggarakan urusan yang bersifat residual, yaitu yang tidak
diselenggarakan oleh Pemda yang lebih tinggi tingkatannya.
5. No mandate without
founding, penyelenggaraan tugas pemerintah di Daerh harus dibiayai dari dana
Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara.
6. Penguatan rakyat
melalui DPRD, penguatan tersebut baik dalam proses rekrutmen politik lokal,
ataupun dalam pembuatan kebijakan publik di Daerah.
C. UU No. 32 Tahun
2004
Dengan diundangkannya UU No.32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, pada tanggal 15 Oktober 2004, UU No.22 tahun 1999
dinyatakan tidak berlaku lagi. Sebenarnya antara kedua undang-undang tersebut
tidak ada perbedaan prinsipal karena keduanya sama-sama menganut asas
desentralisasi. Pemerintah Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonnomi dan tugas pembantuan. Otonomi yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab.
UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal
tentang; pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan,
penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian daerah, perda dan peraturan kepala
daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerja sama dan
penyelesaian perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan pengawasan,
pertimbangan dalamkebijakan otonomi daerah.
Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus
dan istimewa. Sehubungan dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa ini,
kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang lain, seperti DKI
Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua.
Bagi daerah-daerah ini secara prinsip tetap
diberlakukan sama dengan daerah-daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan
tertentu, kepada daerah-daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus yang
diatur dengan undang-undang. Jadi, bagi daerah
yang bersifat khusus dan istimewa, secara umum berlaku UU No.32 tahun
2004 dan dapat juga diatur dengan UU tersendiri.
Ada perubahan yang cukup signifikan untuk
mewujudkan kedudukan sebagai mitra sejajar antara kepala derah dan DPRD
yaitu kepala daerah dan wakil kepala
daerah dipilih langsung oleh rakyat dan DPRD hanya berwenang meminta laporan
keterangan pertanggung jawaban dari kepala daerah.
Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan
terendah disebut “kelurahan”. Desa yang ada di Kabupaten/Kota secara bertahap
dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan
prakarsa pemerintah desa, bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan
dengan perda. Desa menjadi kelurahan tidak seketika berubah dengan adanya
pembentukan kota, begitu pula desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan
kabupaten.
UU No.32/2004 mengakui otonomi yang
dimiliki desa ataupun dengan sebutan lain. Otonomi desa dijalankan bersama-sama
oleh pemerintah desa dan badan pernusyawaratan desa sebagai perwujudan
demokrasi.
BAB III
KESIMPULAN
Istilah
|
UU No.5/1974
|
UU No.22/1999
|
UU No.32/2004
|
Pemerintah Pusat
|
Perangkat NKRI
yang terdiri dari presiden beserta pembantu-pembantunya
|
Perangkat NKRI
yang terdiri dari presiden beserta para menteri menurut asas desentralisasi
|
Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945
|
Desentralisasi
|
Penyerahan urusan
pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah
menjadi urusan rumah tangganya
|
Penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
NKRI
|
Penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI
|
Dekonsentrasi
|
Pelimpahan
wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal
tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat daerah
|
Pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau perangkat pusat di daerah
|
Pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal wilayah tertentu
|
Tugas pembantuan
|
Tugas untuk turut
serta dalam melakukan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah
daerah oleh pemerintah atau Pemda tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepda yang menugaskan
|
Penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan desa, dari daerah ke desa untuk melaksanakan
tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta SDM
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskan
|
Penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupatean/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupatean/kota kepada
desa untuk melaksanakan tugas tertentu
|
Otonomi daerah
|
Hak, wewenag, dan
kewajiban untuk mengatur dan mengururs rumah tangganya sendiri dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
|
Kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
|
Hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
|
Daerah otonom
|
Keaatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang,
dan berkewajiban mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri dalam
ikatan NKRI, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
|
Keaatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu, berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam NKRI
|
Keaatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintaha dan
kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI
|
Wilayah
admininstrasi
|
Lingkungan kerja
perangkat pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan
umum di daerah. Wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah
|
Wilayah kerja
Gubernur selaku wakil pemerintah
|
|
Kelurahan
|
Suatu wilayah
yang ditempati oleh sejmlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah
tangga sendiri.
|
Wilayah kerja
lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah
kecamatan
|
|
Pemerintah daerah
|
Kepala daerah dan
dewan perwakilan rakyat daerah
|
Kepala daerah
beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah
|
Gubernur, Bupati,
atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemda
|
Pemerintahan
daerah
|
Penyelenggaraan
Pemda otonom oleh Pemda dan DPRD dan/ atau daerah kota di bawah kecamatan
|
Penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem prinsip NKRI
|
|
Desa
|
Suatu wilayah
yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
|
Kesatuan wilayah
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur menurut asas
desentralisasi
|
Kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
|
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2005. Pelaksanaan
Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: PT
Grafindo Persada.
Kaho, Josef Riwu. 2007. Prospek
Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Perasada.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan
Pembangunan Daerah Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta:
Erlangga.
Sujamto dkk. 1997. Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Rineka Cipta.
Syaukani dkk. 2009. Otonomi Daerah
dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Undang-Undang No.5 tahun 1974
Undang-Undang No.22 tahun 1999
Undang-Undang No.32 tahun 2004
0 komentar:
Posting Komentar